Monday, 25 June 2012

Take A Rest for A While

Bagiku ada dua tipe manusia. Yang membiarkan hidupnya mengalir, dan yang menentang arus. Istilah kesukaanku, anti mainstream. Aku adalah tipe manusia yang kedua. Yang nggak mau menerima konsep dan struktur yang sudah ada begitu saja. Freak... Yeah, it's me. A holly nerd.

But I'm happy, I'm proud... I'm proud to be me.

Meski begitu, ada saatnya aku lelah. Seperti sekarang... Lelah mempertanyakan, jenuh mendengarkan, bosan bicara, sedang tak bernafsu membongkar. Saat ini, aku hanya ingin diam. Sedang ingin diam, tidak berpikir, tidak menentang, tidak bertanya. Sekalipun menurut mereka itu sangat bukan aku...

Banyak orang suka mendengarkan orang bicara, tetapi jarang yang mau dan mampu menemani seseorang diam. Diam itu katanya terlalu membosankan.

Saat ini, aku hanya ingin menyimpan semua rasa penasaranku, kekhawatiranku, kata-kataku, teori-teoriku, standarku, jawaban-jawabanku, dan aku cuma mau diam. Beristirahat menjadi manusia tipe kedua. Sesekali, aku ingin sebentar saja merasakan bagaimana rasanya menjadi manusia tipe pertama.

Jadi kalau kamu tanya sekarang aku maunya apa, fokusnya apa, sebenarnya aku mau jawab, "Memang sedang tidak ingin apa-apa, dan tidak ingin fokus pada apa-apa..." Sebentar saja, dan setelah itu aku siap kembali menjadi orang yang kamu kenal sebelumnya.

Mohon, Tatap Aku...

Ketika aku melangkah lebih dulu, mendahuluimu, aku harap kamu menatap punggungku. Punggungku yang menjauh, aku ingin kau tatap lekat. Tidak perlu kau panggil, tidak perlu kau tahan aku, cukup tatap punggungku yang menjauh. Itu sudah cukup. Karena itu artinya kamu belum mau aku jauh. Kamu masih mau aku. Adakah kamu begitu?

Ah, sial! Bagaimana caranya aku tahu apakah kamu menatap punggungku atau tidak? Terlalu riskan untuk berbalik. Kamu bisa saja cepat-cepat mengalihkan perhatianmu pada yang lain, berpura-pura tidak ada apa-apa. OK, aku GR. Ah, menyebalkan!

Andai aku punya mata di punggungku...

Mengharapkan Hujan Sore Ini

Aku harap hujan datang sore ini. Kenapa? Simple saja... Aku ingin istirahat dengan tenang. Istirahat dari rutinitas, dari balon-balon mimpiku, dari kamu.

Kamu melelahkan. Menggerus energi dalam diriku, tak menyisakan apapun selain bongkahan hitam yang usang. Bongkahan hitam tidak berenergi. Kalau cuma itu yang aku punya, lalu dengan apa aku melanjutkan hidup? Dengan apa aku mencintai kamu?

Karena itu, bantulah aku berdoa... Doakanlah kalau hujan turun sore ini juga. Di tempatku saat ini masih mendung, tapi awan gelap nampaknya masih kuat menahan air lebih banyak lagi. Aku jadi pesimis sore ini hujan. 

Aku menatap ke luar jendela, sial! Matahari malah menggeser mendung...

Sunday, 24 June 2012

Hai Laki-Laki, Kami Itu Memang Rumit

Teman-teman pria saya sering kali mengeluh, "Gila ya! Cewek tuh bikin bingung. Ga jelas maunya apa. Semua serba salah!" Klise. Sering banget denger yang kayak gitu.

Jujur, sebagai seorang perempuan, saya ingin membocorkan sedikit rahasia tentang perempuan. Kami, perempuan, terkadang memang tidak tahu maunya seperti apa. Saking complexnya pikiran kami, kami sendiri kadang bingung. 

Saat makan siang tadi, saya mendengarkan salah satu teman perempuan saya curhat. Dia bilang ada tiga laki-laki yang saat ini sedang dekat dengannya, masing-masing punya cara berbeda, dan sekarang dia sendiri bingung harus pilih yang mana karena dia bingun perasaannya jatuh pada siapa. Rumit.

Tapi itulah kami, perempuan... Complex, dan tidak mudah dimengerti bahkan terkadang oleh diri kami sendiri. Jadi jangan lantas merasa lelah menghadapi kami wahai para lelaki... Daripada lelah, coba gunakan kelebihan kalian dalam hal berlogika untuk membantu kami berpikir lebih jernih. Itu kan fungsinya kenapa kita diciptakan berbeda? Laki-laki berlogika, dan perempuan cenderung lebih berperasaan. Karena perempuan butuh laki-laki untuk membantunya berpikir jernih, dan sebaliknya, laki-laki butuh perasaan halus perempuan untuk membuatnya lebih 'manusiawi' dalam istilah saya.

Jadi, sekarang setelah tahu bahwa kami ini makhluk indah yang rumit, bagaimana kalau kalian mengajari kami  bagaimana caranya melihat sesuatu dari sudut pandang simple?

Friday, 22 June 2012

Pikiran Sempit

Terkadang aku berpikir, seandainya kita sama, mungkin tidak akan sulit mencintai kamu. Kalau saja kamu dan aku sama-sama bersujud atau berlutut, mungkin semua jadi lebih mudah. Tidak perlu ada pertanyaan, tidak perlu ada keraguan, tidak perlu ada rasa takut.

Kamu dan aku tidak punya masalah. Tapi mendengar sedikit ceritamu mengenai keluargamu, aku ragu. Aku hanya takut mengulang kesalahan yang sama yang pernah aku lakukan dulu. Perlahan-lahan, menyerahkan diri untuk terbunuh...

Aku tidak mau mati dua kali.

Ketika berpikir seperti ini, di sisi lain aku merasa aku ini pengecut sekali. 

Pindah Rumah Seperti Pindah Hati

Beberapa hari ini sedang rindu rumah yang lama, tempat aku menghabiskan masa kecilku hingga usia 18 tahun.

Tempat aku belajar berjalan, mengucapkan kata pertamaku, jatuh dan terluka untuk pertama kali, menangis, medengarkan Mama mendongeng, mendengarkan Papa bercerita dan bernyanyi, terlalu banyak momment luar biasa yang aku lewatkan di rumah itu.

Di rumah itu, ada garis-garis pengukur tinggiku, coretan-coretanku di dinding ketika aku baru bisa menggambar, koran dinding buatanku ketika aku remaja dan mulai suka menulis, surat-surat cintaku yang aku kubur di halaman belakang, termasuk juga semua noda yang aku tinggalkan di beberapa bagian di rumah itu.

Di rumah penuh kenangan itu, aku pernah merasa menjadi orang paling bahagia maupun paling malang di dunia. Aku pernah jatuh, dan bangkit. Aku pernah berproses, menangis sendirian, menari, menyanyi, tertawa, berteriak marah dengan suara yang diredam menggunakan bantal, membanting pintu, sampai membuka pintu kembali untuk meminta maaf. Di rumah itu, aku pernah merasakan hampir semuanya yang mungkin dirasakan manusia.

Rindu, aku rindu rumah yang lama. Sekarang, setelah dijual untuk biaya kuliahku, kira-kira seperti apa rumah masa kecilku itu sekarang ya? Aku yakin sudah banyak yang berubah. Ketika akan pergi, Mama bilang padaku, "Mama percaya kok Fang sama pemilik yang baru. Dia pasti bisa jaga rumah ini." Kata-kata yang sedikit-banyak membantuku ikhlas.

Aku pikir, pindah rumah itu seperti putus dengan pacar. Kita harus pindah, mau tidak mau, dan membiarkan rumah yang lama ditempati orang lain. Sama seperti pacar... Ketika putus, kita harus membiarkan hatinya ditempati orang lain. Kita harus sadar, bukan kita lagi yang tinggal di situ. Move on dan ikhlas. Sulit memang... Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dan bukan berarti tidak boleh rindu. Pindah rumah itu seperti pindah hati.

Sekarang aku bahagia kok dengan apa yang aku punya. Dengan sebuah kamar di salah satu sudut kota Bandung, yang kini menjadi tempatku pulang.

Monday, 18 June 2012

A Thousand Years


Kamu tahu bagaimana jantungku berdetak ketika kita berdekatan? Tidak bisa kamu bayangkan bagaimana tidak tenangnya, bagaimana ia berdegup lebih cepat dari biasanya. Kamu mungkin tidak tahu, karena aku pandai menyembunyikan. Kamu tidak pernah mendengarnya karena aku menutupi suaranya dengan celotehan-celotehan. Kamu tahu aku begitu pandai berbohong, menyembunyikan perasaan?

Tapi aku sayang kamu...
Tidak karena kamu pintar, ada yang lebih seperti kamus berjalan. Tidak karena kamu manis dan menggemaskan, ada yang lebih tampan. Tidak karena kamu baik, ada yang berbuat lebih banyak hingga rela mengorbankan tubuh dan waktunya. Tapi tidak ada yang punya pemikiran segila kamu, dan cara berpikir seterbuka kamu. Tidak ada yang punya sepasang mata bulat seindah milikmu. Tidak ada yang berlaku secuek dan sesimpati kamu dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada yang membuatku merasa ingin pergi dan ingin pulang sekaligus.
Tidak ada yang membuatku merasakan sekompleks seperti padamu, sejak hari itu...

Hey, bisa jadi aku buta ya...?
Mungkin benar. Aku buta, buta pada kebaikan. Buta pada kenyataan. Kalau ada orang lain yang begitu mencintaiku yang mungkin lebih daripada kamu, dan bisa dicintai dengan lebih mudah, kenapa kamu masih saja jadi orang pertama yang aku lihat setiap kali aku menatap ke luar jendela? 

Kenapa kamu masih saja jadi orang yang aku bayangkan untuk menemaniku duduk menikmati hujan, ditemani cokelat hangat, kopi, atau teh hangat? Sambil berbagi sebuah selimut, berbagi kehangatan.
Kenapa masih cerita-ceritamulah yang ingin aku dengar setiap waktu? Kenapa masih tanganmu yang ingin aku genggam waktu aku takut? Dan bahumu yang ingin ku sandari waktu aku merasa rubuh dan ingin rebah karena lelah? Kenapa masih kamu yang ingin aku ajak berdoa bersama dan menyapa Tuhan setiap waktunya?

Aku buta, aku pasti buta...
Tolong, hatiku butuh kaca mata untuk melihat lebih jelas.

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt suddenly goes away somehow

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

Time stands still
Beauty in all he is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me
Every breath
Every hour has come to this

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

One step closer
One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

Satu langkah lebih dekat dengan kamu, aku sadar aku harusnya lari ribuan langkah menjauh dari kamu. Mencintai kamu sama saja dengan menyakiti diriku sendiri. Bukan kalah sebelum berperang, tapi aku sadar aku tidak bisa mengulang kesalahan yang sama.
Saat ini, aku sedang menyerahkan diriku pada kematianku yang kedua...

Akankah kamu menyelamatkanku?

Thursday, 14 June 2012

Hello, December!

Tahun ini, mungkin aku adalah orang yang paling menantikan bulan Desember. Yap! Rasanya ingin Desember bisa dipercepat. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa. Bukan, bukan karena di Desember ada hari Natal, tapi karena Desember tahun ini, aku dibaptis.

Akhirnya. Setelah penantian selama bertahun-tahun, aku sampai pada titik ini. Desember nanti, aku akan mengenakan gaun putih, berjalan menuju altar, bukan untukt menikah, tetapi untuk dibaptis. Yeay! Mungkin untuk orang lain, hal ini tidak terlalu penting. Tapi untukku, hal ini sangat luar biasa. Banyak hal yang aku lalui selama proses pencapian ini, yang pada akhirnya aku harap bisa membuatku lebih dan semakin dewasa.

Sekarang, aku masih membayangkan bagaimana nanti jika harinya tiba. Aku melangkah ke altar, bersama dengan yang lain, mengenakan gaun putih, membawa lilin, diberi kain putih yang dikerudungkan, dibaptis. Dan aku hampir yakin, aku akan menangis.

So, December, I'll remember. :) 

Wednesday, 13 June 2012

Maskulinisme

Kalau istilah feminisme pasti sudah akrab di telinga kita ya? Sebuah paham yang menginginkan adanya kesamaan hak dan kesempatan bagi kaum wanita. Bahwa wanita boleh berpendapat, boleh belajar, boleh bekerja, boleh memilih. Boleh melakukan apa yang dulu tidak boleh dilakukan hanya karena ia seorang wanita, punya vagina dan bukannya testis.

Tapi baru-baru ini aku terpikir, kenapa tidak ada maskulinisme ya? Paham yang memperjuangkan adanya kesamaan hak dan kesempatan bagi kaum lelaki. Hal ini membuatku resah... Sadar atau tidak, selain kaum wanita, sekarang ini sebenarnya kaum laki-laki juga sering kali mendapatkan tekanan dari konstruksi sosial.

Pertama, lelaki yang menyukai atau mengenakan warna pink, diasosiasikan dengan gay. Lelaki yang fashionable disebut gay. Pink dianggap warna yang feminim. Padahal, darimana sejarahnya warna pink dideklarasikan sebagai warna milik kaum wanita? Apa yang salah dengan seorang lelaki yang mengenakan warna pink, padahal pink hanyalah sebuah warna, sama saja dengan merah, hitam, biru, ataupun cokelat. Kenapa seolah-olah kejantanan seorang laki-laki, jika diukur dengan warna, hanya terbatas pada hitam, putih, atau warna-warna monoton lainnya?

Kedua, lelaki fashionable. Coba perhatikan koleksi fashion untuk lelaki. Kebanyakan, begitu-begitu saja dan tidak banyak perubahan berarti. Lain halnya dengan fashion untuk wanita. Ketika ada laki-laki yang fashionable, maka ia dianggap kurang laki-laki. Seolah laki-laki diidentikan dengan penampilan yang cuek, dan apa adanya. Padahal, memperhatikan penampilan juga bisa membuat bangga wanita yang berjalan bersamanya. Selain itu, fashion juga menyangkut cara kita mengekspresikan diri. Mengutip kalimat yang saya baca di salah satu majalah fashion terkemuka beberapa tahun lalu, 'Fashion is just not to impress, but too express'. So, why men are not allowed to express theirselves too? Why they are not allowed to express their sense of fashion?

Ketiga, laki-laki tidak boleh menangis, karena menangis menandakan dirinya lemah. Sejak kecil, seorang anak laki-laki sudah dididik untuk tidak menangis. Mereka sudah diajarkan untuk mematikan keran air mata mereka, dan mereka didoktrin bahwa air mata membuat mereka menjadi 'banci'. Kenapa? Padahal Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan untuk menangis sebagai salah bentuk ekspresi. Tidak peduli kamu ini laki-laki ataupun perempuan, kamu punya hak untuk menangis. Menangis bukan tanda cengeng dan lemah. Cengeng dan lemah adalah ketika kamu cuma bisa menangis, tanpa berbuat apa-apa... Bukan berarti kamu tidak boleh menangis... 

Keempat, laki-laki tidak bebas berinteraksi dan mengekspresikan perasaannya kepada sesama laki-laki. Tidak seperti wanita, hubungan antara seorang laki-laki dengan laki-laki lainnya seperti sudah didoktrin harus memiliki dinding. Sedekat apapun hubungan mereka, di antara mereka pasti tetap saja ada dinding. Wajar pasti jika kita melihat dua orang wanita bergandengan tangan, berpelukan, atau tidur bersama. Kita pasti tidak akan berpikir macam-macam selain bahwa mereka itu sahabat. Tapi coba apa yang dipikirkan masyarakat jika ada dua orang laki-laki bergandengan tangan di tengah jalan? Sahabat atau bukan, masyarakat pasti akan langsung menganggap mereka itu pasangan gay. Padahal bisa jadi mereka itu sahabat, dan apa yang salah dari dua orang sahabat yang bergandenan tangan?

Keempat hal yang saya sebutkan tadi sebenarnya bukan sesuatu yang memang sejak awalnya tabu. Bukan sesuatu yang menurut suatu agama terlarang. Tapi semua itu merupakan hasil konstruksi sosial masyarakat. Masyarakat terlanjur mengkonstruksi laki-laki sebagai makhluk yang konstan, tidak boleh terlalu ekspresif, dan harus selalu menjaga citra kuatnya. Tidakkah itu menyedihkan bagi kaum laki-laki?

Jadi saya berpikir, kalau ada feminisme, kenapa tidak ada maskulinisme? Laki-laki juga boleh mengenakan warna pink, boleh fashionable, boleh menangis, dan boleh mengekspresikan perasaan mereka sebebas yang kaum wanita lakukan. Gay adalah masalah orientasi seksual, dan itu tidak bisa dibuktikan 100% hanya dengan melihat hubungan seorang laki-laki yang dinilai terlalu dekat dengan laki-laki lainnya bukan?

Hidup maskulinisme!

Seiring, Bukan Digiring

Aku lelah sendirian... Tapi aku juga nggak mau bersama dengan orang yang nggak tepat. Aku lelah jatuh dan memulai semua dari awal. Lelah... Aku ingin ketenangan.

Kalau kamu berpikir aku ini gadis yang bisa kamu atur sesukamu, dan kamu kurung dalam duniamu, kamu salah. Aku ini seorang gadis yang punya banyak mimpi tinggi. Aku ingin sebuah hubungan, tetapi aku tidak mau merasa sesak. Genggam aku sewajarnya, jangan kelewat erat.

Aku ingin punya keluarga, tapi aku juga ingin melihat dunia. Aku ingin bertemu banyak orang, mempelajari banyak hal, berdiskusi banyak, berpikir banyak, dan mengungkapkan pikiranku. Aku punya konsep sendiri, dan aku bukan tipe gadis yang bisa ikut dan menerima konsep yang ditawarkan orang lain, konsep yang sudah mapan... Aku tidak suka berdebat, aku suka berdiskusi. 

Aku feminin... Kalau kamu bilang aku ini terlalu seperti laki-laki karena cara bicaraku, karena kelugasanku, maka maaf, menurutku kamu picik. Tidak bolehkah seorang gadis mengungkapkan pikirannya? Apakah seorang gadis dalam benakmu haruslah senantiasa seperti boneka, yang diam dan mendengarkan? Silakan kecewa... Aku bukan gadis seperti itu.

Aku ingin melihat dunia... Bertemu banyak orang. Pergi ke banyak tempat. Berinteraksi dekat dengan berbagai budaya... Tapi aku butuh seseorang untuk aku pulang. Sekalipun aku pergi, aku bisa yakin aku punya seseorang. Aku punya rumah... Seperti itu pula adanya aku...

Aku ingin seiring, bukan digiring...

Tuesday, 12 June 2012

Mencoba Beradaptasi

Susah rasanya berada di lingkungan yang sebenarnya tidak kamu rasa cocok dengan kamu. Aku sedang merasakannya.  Rasanya sulit sekali beradaptasi dengan beberapa temanku. Cara mereka berinteraksi, bersikap, topik obrolannya, semua tidak cocok. Bukan tidak mau beradaptasi... Aku mencobanya... Hanya saja, sering kali aku tiba-tiba berpikir, "Hey, ini bukan aku." Pernah berada di situasi seperti itu?
Ketika kamu adalah seorang yang sangat lugas dan efisien, sementara teman-temanmu tidak seperti itu, pernah berpikir bagaimana rasanya menghadapi situasi seperti itu? Dimana mereka tidak pernah mau memahami kamu, mengerti perasaan kamu, dan mencoba mengenal kamu. Minoritas kalah dengan mayoritas, kamu yang harus menyesuaikan. 

Ketika kamu tidak suka dengan topik pembicaraan mereka, kamu yang harus mengalah dan mendengarkan. Entah mungkin dengan ikut tertawa meski itu muna, atau cuma diam. 

Aku berpikir kenapa rasanya sulit sekali menghadapi sesama manusia? Baru kali ini mengalaminya... Mungkin ini ujian. Selama ini aku tidak tahu masyarakat yang sesungguhnya.

Satu yang selalu coba aku tanamkan dan aku yakinkan kepada diriku sendiri, "Ga semua orang bisa berlaku seperti apa yang kamu mau, dan bersikap seperti cara yang kamu kenal."

Aku mau tahu sampai berapa lama aku bisa bertahan.

Thursday, 7 June 2012

Where's the Love

Siang ini aku bertanya-tanya, dimana cinta itu sebenarnya? Pada senja yang jingga itukah? Atau goresan tintamu yang membentuk barisan-barisan kata berima?

Pada potret-potret hitam-putihku dalam berbagai pose dan ekspresi yang kau ambil diam-diam? Pada sepotong blueberry cheese cake yang selalu kau gunakan untuk meredam marahku? Adakah cinta bersembunyi di dalam semua itu?

Dimana cinta itu sebenarnya?

Adakah di  hujan nakal yang membuat kita sakit berdua? Atau pada setiap lembar bulu di sebuah sayap yang kamu berikan padaku? Sebuah, cuma sebuah sayap, bukan sepasang. Kamu bilang sayap yang lain ada di orang-orang lain karena untuk 'terbang', aku juga butuh orang lain, bukan cuma sendirian.

Mungkinkah cinta itu ada di mata bulatmu? Atau di setiap obrolan-obrolan seru kita?

Dimana, dimana cinta itu sebenarnya meletakkan dirinya?

Monday, 4 June 2012

Like Reflect On You

Entah kamu sadar atau tidak, kita punya banyak kesamaan. Ketika melihat kamu, nyaris seperti aku sedang berkaca. Seperti menghadapi bayanganku sendiri. Apakah kamu juga menyadari hal yang sama? Kamu sering berkata, "Mungkin kita memang...", "Sepertinya kita ini memang...", dan kalimat-kalimat sejenis lainnya.

Kalau aku dan kamu memang nyaris sama, itu artinya apa?

Apa yang kamu pikirkan adalah apa yang juga mengendap dalam pikiranku. Apa yang kamu resahkan, juga menjadi keresahanku. Bagaimana cara kamu bersikap, sedikit-banyak mirip denganku atau dengan aku yang dulu.

Jadi kamu ini siapa sebenernya?

...

Kita ini apa sebenarnya?

Semakin mengenalmu, semakin melihat diriku. Belum pernah menemukan yang seperti ini sebelumnya.