Friday, 22 June 2012

Pindah Rumah Seperti Pindah Hati

Beberapa hari ini sedang rindu rumah yang lama, tempat aku menghabiskan masa kecilku hingga usia 18 tahun.

Tempat aku belajar berjalan, mengucapkan kata pertamaku, jatuh dan terluka untuk pertama kali, menangis, medengarkan Mama mendongeng, mendengarkan Papa bercerita dan bernyanyi, terlalu banyak momment luar biasa yang aku lewatkan di rumah itu.

Di rumah itu, ada garis-garis pengukur tinggiku, coretan-coretanku di dinding ketika aku baru bisa menggambar, koran dinding buatanku ketika aku remaja dan mulai suka menulis, surat-surat cintaku yang aku kubur di halaman belakang, termasuk juga semua noda yang aku tinggalkan di beberapa bagian di rumah itu.

Di rumah penuh kenangan itu, aku pernah merasa menjadi orang paling bahagia maupun paling malang di dunia. Aku pernah jatuh, dan bangkit. Aku pernah berproses, menangis sendirian, menari, menyanyi, tertawa, berteriak marah dengan suara yang diredam menggunakan bantal, membanting pintu, sampai membuka pintu kembali untuk meminta maaf. Di rumah itu, aku pernah merasakan hampir semuanya yang mungkin dirasakan manusia.

Rindu, aku rindu rumah yang lama. Sekarang, setelah dijual untuk biaya kuliahku, kira-kira seperti apa rumah masa kecilku itu sekarang ya? Aku yakin sudah banyak yang berubah. Ketika akan pergi, Mama bilang padaku, "Mama percaya kok Fang sama pemilik yang baru. Dia pasti bisa jaga rumah ini." Kata-kata yang sedikit-banyak membantuku ikhlas.

Aku pikir, pindah rumah itu seperti putus dengan pacar. Kita harus pindah, mau tidak mau, dan membiarkan rumah yang lama ditempati orang lain. Sama seperti pacar... Ketika putus, kita harus membiarkan hatinya ditempati orang lain. Kita harus sadar, bukan kita lagi yang tinggal di situ. Move on dan ikhlas. Sulit memang... Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dan bukan berarti tidak boleh rindu. Pindah rumah itu seperti pindah hati.

Sekarang aku bahagia kok dengan apa yang aku punya. Dengan sebuah kamar di salah satu sudut kota Bandung, yang kini menjadi tempatku pulang.

No comments:

Post a Comment