Malam ini, sambil sesekali menatap titik-titik hujan di jendela, saya mencoba merangkai kata yang sanggup mendefinisikan perasaan saya. Ditemani lagu-lagu Frente, saya mencari dan memilah-milih kata.
Cinta. Apa benar kata itu kata yang tepat? Saya sadar saya ragu keluar dari comfort zone saya. Tidak mudah memang membuat saya keluar dari dunia yang sudah saya bangun. Saya bukan penjudi yang ulung... Saya sudah berulang kali berjudi, menyerahkan semua kepingan koin yang saya punya, dan hasilnya saya kehilangan jauh lebih banyak dari apa yang saya serahkan di meja perjudian. Dan sekarang, kepingan koin yang tersisa pada saya tidak banyak lagi... Untuk itu saya merasa saya perlu berhati-hati.
Di antara obrolan-obrolan kita, kebersamaan kita meneguk senja, kekaguman saya pada kamu dan pemikiran-pemikiran kamu, pada kesederhanaan kamu, bisakah ini disebut cinta?
Andai saya bisa yakin untuk jatuh cinta semudah itu. Tinggal menarik napas, menjatuhkan diri, kemudian membiarkan diri saya tercebur ke dalam perasaan ini. Andai bagi saya jatuh cinta itu semudah membuat semangkuk cereal untuk sarapan pagi saya tidak akan pusing dan dengan gilanya menggunakan titik-titik hujan sebagai alat untuk mengalihkan perhatian saya dari pikiran tentang perasaan ini.
Butuh keikhlasan untuk diam, menyimpan, dan berusaha untuk tetap tenang. Butuh keikhlasan untuk mengakui bahwa saya jatuh cinta pada kamu. Dan terakhir, butuh keikhlasan untuk siap kehilangan dan kembali terluka.
Memang kedengarannya sangat pesimis. Saya biasanya adalah orang yang sangat optimis terhadap sesuatu. Tetapi entah kenapa, untuk yang satu ini, saya memilih tidak berekspektasi apa-apa. Jika itu memang kamu, saya akan berlutut, menutup mata, mengatupkan kedua tangan, dan bersyukur. Jika itu bukan kamu pun, saya akan tetap melakukan hal yang sama. Sekarang saya hanya ingin mencari keikhlasan.
Mungkin mencarinya di sini, di kamar yang bernuansa pink dan ungu. Tempat saya menghabiskan waktu. Mungkin mencarinya di sana, di tempat kita biasa mereguk senja. Mungkin mencarinya di antara kilatan-kilatan bintang palsu. Mungkin mencarinya di lipatan-lipatan kemeja abu-abumu. Mungkin mencarinya di bawah secangkir kopi dengan satu sendok gula, teman kala aku menjadi 'kalong'.
Pada jejak basah sepatu kita di tanah selepas hujan. Pada tumpukan-tumpukan buku yang baru ku bereskan. Pada pagi yang membuatku merasa jatuh cinta berkali-kali. Atau justru malah pada kamu sendiri?
No comments:
Post a Comment