Aku bukan orang yang pandai menyimpan rahasia. Ini kekuranganku sejak kecil dulu. Lebih-lebih lagi tentang perasaanku. Mama bilang, emosiku selalu tergambar jelas dari mata dan air mukaku.
Aku mengagumi kamu. Mungkin kamu dan beberapa orang lainnya tahu itu.
Aku mengagumi kamu. Sampai aku tahu kalau kamu masih mengharapkan seseorang itu. Sekarang aku tahu itu sebabnya kenapa aku dan kamu tidak berlanjut. Tidak ada impression-impression yang berikut. Dan saat aku tahu, aku sadar aku dipijakkan pada kenyataan. Dan kali ini, rasanya cukup sakit. Sedikit...
Tapi di sisi lain, aku juga senang. Senang melihat kamu masih begitu memiliki kepercayaan dan optimis bahwa suatu hari nanti, orang itu bisa mencintai kamu. Aku senang ketika membaca barisan kalimat itu. Ada doa yang tulus terselip di senyumku. Sungguh... Aku harap Tuhan mendengar doa kamu dan penantian kamu itu berbuah baik.
Mungkin orang akan berpikir, lalu aku bagaimana? Yah, pergi... Berpijak pada apa yang nyata dan mengambil jarak dari kamu. Melihat kamu dari jauh, mendoakan kamu, mengalir bersama waktu, membiarkan rasa kagum ini, berharap kamu dapat yang terbaik.
Satu hal yang aku pelajari saat ini, aku harus belajar diam. Mengagumi dalam diam, berdoa dalam diam, menjalani waktu dengan diam. Aku harus belajar diam... Karena terkadang diam lebih menguntungkan bagi semuanya...
Jadi, ini akhir. Setelah ini, aku memilih diam. Bagaimanapun kamu, aku akan tetap diam. Bukan menunggu, tapi membiarkan... Semua ini mungkin memang cuma karena itu bukan kamu, atau aku yang datang di waktu yang salah. Semua ini membuatku memilih berpuasa membagi rahasia.
Jadi, Kafe, semangatlah untuk terus berharap, dan terima kasih... Terima kasih sudah ada meski singkat.
No comments:
Post a Comment